ASSALAMUALLAIKUM WR.WB

EVE - Wall-E

Jumat, 29 April 2016

TUGAS 6

Industri adalah Bidang yang menggunakan keterampilan, dan ketekunan kerja serta penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi, dan distribusi sebagai dasarnya. Maka industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan dengan bumi. 
A.Klasifikasi industri berdasarkan subjek pengelola
Berdasarkan subjek pengelolanya, industri dapat dibedakan menjadi:
1.    Industri rakyat, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik rakyat, misalnya: industri meubeler, industri makanan ringan, dan industri kerajinan.

2.    Industri negara, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik Negara yang dikenal dengan istilah BUMN, misalnya: industri kertas, industri pupuk, industri baja, industri pertambangan, industri perminyakan, dan industri transportasi.

B.Klasifikasi industri berdasarkan proses produksi
Berdasarkan proses produksi, industri dapat dibedakan menjadi:
1.    industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi. Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku untuk kegiatan industri yang lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri alumunium, industri pemintalan, dan industri baja.
2.     Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen. Misalnya: industri pesawat terbang, industri konveksi, industri otomotif, dan industri meubeler.
Untuk meningkatkan daya saing industri program insentif industri harus terus dilanjutkan, seperti kebijakan pembatasan pelabuhan impor untuk produk/ komoditas tertentu. Di sisi lain, perlu larangan ekspor segala jenis bahan baku mentah agar industri lokal tercukupi kebutuhannya. Pengembangan industri hilir (pengolahan) juga harus dilanjutkan. Insentif pengembangan industri tertentu dan di daerah tertentu harus diperluas, termasuk memperkenalkan tax holiday (pembebasan pajak).
Perlu terobosan percepatan proses dan penerapan standar nasional Indonesia (SNI), termasuk konsistensi pengawasan barang beredar. Menurut data Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Departemen Perindustrian, per Januari 2009 hanya 84 produk industri yang menerapkan standar nasional Indonesia (SNI), dari sekitar 4.000 produk manufaktur yang beredar. Dari 84 SNI itu, hanya 39 produk yang telah diberlakukan SNI wajib dan sudah dinoti-fikasi ke WTO.
Terobosan percepatan implementasi harmonisasi tarif dan berbagai kebijakan fiskalpun diperlukan. Dalam hal ini, berbagai instrumen fiskal yang memungkinkan untuk menekan biaya produksi dan biaya usaha perlu dimanfaatkan untuk meningkatkan daya saing produk industri nasional. Misalnya, fasilitas pajak pertambahan nilai (PPN) serta bea masuk (BM) bahan baku dan bahan baku penolong.
Untuk menghadapi Perdagangan Bebas,  kita juga perlu mengoptimalkan berbagai kerja sama ekonomi bilateral seperti Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (U-EPA), khususnya untuk memperkuat Struktur Industri.. Dalam IJ-EPA a.l. disebutkan adanya keharusan Jepang untuk membantu capacity building sektor industri. Ini perlu dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan daya saing industri domestik.
Pemerintah juga perlu memperkuat peran dan fungsi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI),  karena selama ini komite ini kurang optimal. Padahal, perannya sangat penting agar Indonesia bisa menerapkan bea masuk antidumping  (BMAD), guna membentengi pasar dari persaingan tidak sehat berupa dumping (harga jual ekspor lebih murah dibanding ke pasar dalam negeri). Peran KADI kian penting karena sangat mungkin di tengah arus perdagangan bebas, banyak negara yang memberi insentif, baik secara langsung maupun tidak langsung, kepada industrinya, melalui berbagai kebijakan di dalam negerinya.
Selain itu perlu kemudahan akses pembiayaan bagi industri (untuk permodalan revitalisasi permesinan/pabrik) meski tingkat bunga kredit kecil kemungkinan dapat serendah di negara kompetitor. Perhatian perbankan terhadap sektor industri tergolong minim sehinggga pembiayaan untuk revitalisasi permesinan/pabrik sangat sulit diperoleh. Padahal revitalisasi sangat penting dilakukan untuk meningkat daya saing karena banyak diantara industri nasional yang mesin-mesinnya sudah tua.
Ke depan, mungkin dapat diusulkan pendirian bank khusus industri (contohnya seperti BEI untuk pembiayaan ekspor), yang diharapkan bisa memahami risiko dan kondisi industri. Dengan demikian, ada kesamaan persepsi antara perbankan dan pelaku industri.
Selain itu juga perlu sinkronisasi pengembangan riset dan teknologi dengan industri agar kebijakannya sejalan dan fokus. Dalam hal ini harus ada insentif bagi industri yang melakukan pengembangan riset dan teknologi guna menarik investasi dengan teknologi yang lebih maju.
Dari sedemikian kompleksnya permasalahan yang di hadapi sektor industri manufaktur, hal yang paling mendesak diselesaikan segera adalah pembenahan masalah infrastruktur, termasuk jaminan pasokan energi. Pemerintah harus menjamin kecukupan pasokan energi (termasuk gas alam) dan memberi insentif terhadap setiap upaya diversifikasi energi yang lebih ramah lingkungan. Di sisi lain, percepatan realisasi infrastruktur lainnya yang sempat tertunda, terutama akses jalan dari/ke pelabuhan dan kawasan industri, juga harus diselesaikan. Dalam hal ini, sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah perlu ditingkatkan. Ini dilakukan agar bisa terwujud percepatan pembangunan infrastruktur dan jaminan pasokan energi seperti listrik. Yang juga tak kalah penting, seharusnya ekonomi biaya tinggi harus bisa dihilangkan, jika industri kita diharapkan bisa bersaing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar