Industri adalah Bidang
yang menggunakan keterampilan, dan ketekunan kerja serta penggunaan
alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi, dan distribusi sebagai
dasarnya. Maka industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha
mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan dengan bumi.
A.Klasifikasi industri berdasarkan
subjek pengelola
Berdasarkan
subjek pengelolanya, industri dapat dibedakan menjadi:
1. Industri rakyat, yaitu industri yang
dikelola dan merupakan milik rakyat, misalnya: industri meubeler, industri
makanan ringan, dan industri kerajinan.
2. Industri negara, yaitu industri yang
dikelola dan merupakan milik Negara yang dikenal dengan istilah BUMN, misalnya:
industri kertas, industri pupuk, industri baja, industri pertambangan, industri
perminyakan, dan industri transportasi.
B.Klasifikasi industri berdasarkan
proses produksi
Berdasarkan
proses produksi, industri dapat dibedakan menjadi:
1. industri hulu, yaitu industri yang
hanya mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi. Industri ini sifatnya
hanya menyediakan bahan baku untuk kegiatan industri yang lain. Misalnya:
industri kayu lapis, industri alumunium, industri pemintalan, dan industri
baja.
2. Industri hilir, yaitu industri yang mengolah
barang setengah jadi menjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat
langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen. Misalnya: industri pesawat
terbang, industri konveksi, industri otomotif, dan industri meubeler.
Untuk
meningkatkan daya saing industri
program insentif industri harus terus dilanjutkan, seperti kebijakan pembatasan
pelabuhan impor untuk produk/ komoditas tertentu. Di sisi lain, perlu larangan
ekspor segala jenis bahan baku mentah agar industri lokal tercukupi
kebutuhannya. Pengembangan industri hilir (pengolahan) juga harus dilanjutkan.
Insentif pengembangan industri tertentu dan di daerah tertentu harus diperluas,
termasuk memperkenalkan tax holiday (pembebasan pajak).
Perlu terobosan percepatan proses dan
penerapan standar nasional Indonesia (SNI), termasuk konsistensi pengawasan
barang beredar. Menurut data Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
Departemen Perindustrian, per Januari 2009 hanya 84 produk industri yang
menerapkan standar nasional Indonesia (SNI), dari sekitar 4.000 produk
manufaktur yang beredar. Dari 84 SNI itu, hanya 39 produk yang telah
diberlakukan SNI wajib dan sudah dinoti-fikasi ke WTO.
Terobosan percepatan implementasi
harmonisasi tarif dan berbagai kebijakan fiskalpun diperlukan. Dalam hal ini,
berbagai instrumen fiskal yang memungkinkan untuk menekan biaya produksi dan
biaya usaha perlu dimanfaatkan untuk meningkatkan daya saing produk industri
nasional. Misalnya, fasilitas pajak pertambahan nilai (PPN) serta bea masuk
(BM) bahan baku dan bahan baku penolong.
Untuk
menghadapi Perdagangan Bebas, kita juga perlu mengoptimalkan berbagai
kerja sama ekonomi bilateral seperti Indonesia-Japan Economic Partnership
Agreement (U-EPA), khususnya untuk memperkuat Struktur Industri.. Dalam IJ-EPA
a.l. disebutkan adanya keharusan Jepang untuk membantu capacity
building sektor
industri. Ini perlu dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan daya saing
industri domestik.
Pemerintah juga perlu memperkuat peran
dan fungsi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), karena selama ini komite
ini kurang optimal. Padahal, perannya sangat penting agar Indonesia bisa
menerapkan bea masuk antidumping (BMAD), guna membentengi pasar dari
persaingan tidak sehat berupa dumping (harga jual ekspor lebih murah dibanding
ke pasar dalam negeri). Peran KADI kian penting karena sangat mungkin di tengah
arus perdagangan bebas, banyak negara yang memberi insentif, baik secara
langsung maupun tidak langsung, kepada industrinya, melalui berbagai kebijakan
di dalam negerinya.
Selain itu perlu kemudahan akses
pembiayaan bagi industri (untuk permodalan revitalisasi permesinan/pabrik)
meski tingkat bunga kredit kecil kemungkinan dapat serendah di negara
kompetitor. Perhatian perbankan terhadap sektor industri tergolong minim
sehinggga pembiayaan untuk revitalisasi permesinan/pabrik sangat sulit
diperoleh. Padahal revitalisasi sangat penting dilakukan untuk meningkat daya
saing karena banyak diantara industri nasional yang mesin-mesinnya sudah tua.
Ke depan, mungkin dapat diusulkan
pendirian bank khusus industri (contohnya seperti BEI untuk pembiayaan ekspor),
yang diharapkan bisa memahami risiko dan kondisi industri. Dengan demikian, ada
kesamaan persepsi antara perbankan dan pelaku industri.
Selain itu juga perlu sinkronisasi
pengembangan riset dan teknologi dengan industri agar kebijakannya sejalan dan
fokus. Dalam hal ini harus ada insentif bagi industri yang melakukan
pengembangan riset dan teknologi guna menarik investasi dengan teknologi yang
lebih maju.
Dari sedemikian kompleksnya
permasalahan yang di hadapi sektor industri manufaktur, hal yang paling
mendesak diselesaikan segera adalah pembenahan masalah infrastruktur, termasuk
jaminan pasokan energi. Pemerintah harus menjamin kecukupan pasokan energi
(termasuk gas alam) dan memberi insentif terhadap setiap upaya diversifikasi
energi yang lebih ramah lingkungan. Di sisi lain, percepatan realisasi
infrastruktur lainnya yang sempat tertunda, terutama akses jalan dari/ke
pelabuhan dan kawasan industri, juga harus diselesaikan. Dalam hal ini,
sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah perlu ditingkatkan. Ini dilakukan agar
bisa terwujud percepatan pembangunan infrastruktur dan jaminan pasokan energi
seperti listrik. Yang juga tak kalah penting, seharusnya ekonomi biaya tinggi
harus bisa dihilangkan, jika industri kita diharapkan bisa bersaing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar